Review Buku A First Look at Communication Theory (Em Griffin, Andrew Ledbetter, Glenn Sparks, Edisi 10, 2019), Bab 2
Griffin dalam buku A First Look at Communication Science membagi dua paradigma utama dalam memahami fenomena sosial, khususnya penelitian ilmu komunikasi. Meskipun diterapkan dalam penelitian dengan objek yang sama, namun kedua paradigma ini memiliki perbedaan mendasar.
Objek kajian dalam buku ini adalah iklan komersial Budweiser, merk dagang produk alkohol terkenal di Amerika dalam gelaran Super Bowl XLVII tahun 2013. Sebuah perusahaan riset mengumumkan iklan Budweiser ini sebagai pemenang dengan respon positif yang meningkatkan antusiasme pemirsa, bahkan mengasosiasikan perasaan yang sama dengan ketika tim favorit mereka mencetak gol.
Untuk memahami bagaimana fenomena iklan ini, dua pendekatan mencoba memahami dengan cara yang berbeda.
- Pendekatan Objektif Glenn Sparks
Glenn menggunakan pendekatan objektif untuk melihat dan menguji fenomena sosial yang terjadi untuk memvalidasi suatu teori sesuai dengan hasil kajian yang diteliti atau tidak. Dalam hal ini, Glenn menggunakan teori iklan Tony Schwartz yakni the Principle Resonance of Communication atau teori prinsip resonansi komunikasi.
Menurut Teori Schwartz, dorongan perilaku tertentu bukan disebabkan oleh pesan persuasif, akan tetapi ditentukan oleh pengalaman dan ingatan yang dimiliki seseorang yang terpicu. Ia juga berpendapat bahwa pesan dapat bersifat persuasif jika dihubungkan dengan pengalaman dimasa lalu. Dengan kata lain, seseorang akan lebih tertarik dengan isi pesan yang dapat menggambarkan pemikiran dan perasaan mereka.
Menurut Schwartz, perasaan positif dari menonton iklan produk alkohol ini, dapat menghasilkan lebih banyak penjualan, dan pemikiran positif tentang Budweiser yang tidak hanya menjual bir (yang bisa diasosiasikan negatif), tetapi juga memberi dan merawat dengan baik.
2. Pendekatan Interpretative Marty Medhurst
Marty menggunakan pendekatan interpretatif dalam menggambarkan atau mengungkap makna yang lebih dalam dari sekedar reuni antara peternak dan kuda. Ia menggunakan teori psikoanalisis Ketidaksadaran Kolektif, Carl Jung dan teori retorika Michael Osborn dengan Kedalaman Respon.
Narasi mini iklan Budweiser menyentuh kesadaran terdalam manusia tentang kelahiran dan kematian, tentang kebersamaan dan kekosongan, serta kelahiran kembali. Dalam interpretasinya, Marty juga menyinggung tentang kepercayaan Kristen tentang kelahiran kembali Yesus dengan mengasosiasikan waktu tiga tahun dalam iklan, dengan tiga hari kelahiran kembali – kebangkitan. Iklan ini kuat karena menyentuh sisi terdalam manusia – ketakutan akan hidup – mati, kehilangan – pemulihan.
Simbol peletakan botol Budweiser bersama Peternak juga memberikan pesan bahwa Budweiser adalah andalan dan teman saat kesepian. Parade Budweiser di Chicago juga memberi pesan tentang kehadirannya sebagai pemulihan, teman, penghibur, yang tidak pernah berubah.
Perbedaan sudut pandang antara sarjana interpretatif dan ilmuwan sosial memberikan perbedaan mendasar tentang cara memperoleh pengetahuan, inti dari sifat manusia, pertanyaan – pertanyaan tentang nilai, dan tujuan teori itu sendiri.
Menemukan Kebenaran VS Menciptakan Realitas Ganda
Pertanyaan tentang bagaimana kita mengetahui apa yang kita tahu? ini adalah pertanyaan yang bisa dijawab dengan epistemologi, yakni ilmu tentang asal, cara, dan batas dari pengetahuan.
Ilmuwan sosial (objektif), percaya bahwa kebenaran bersifat tunggal, universal untuk kondisi yang relatif sama. Kebenaran hanya menunggu untuk ditemukan oleh peneliti dengan menggunakan panca indera dan bukti konkret – data. Sehingga teori yang baik adalah yang mendasari realitas. Para Ilmuwan dengan perspektif objektif meyakini bahwa setelah prinsip ditemukan dan divalidasi, akan terus berlaku selama kondisi tetap relatif sama.
Sedangkan sarjana interpretatif beranggapan bahwa kebenaran adalah konstruksi sosial yang terbentuk melalui proses komunikasi. Mereka percaya bahwa bahasa membentuk realitas sosial yang bersifat dinamis. Sehingga kebenaran selalu bersifat subjektif karena pemaknaan akan pesan bisa beragam.
Sifat Dasar Manusia: Determinisme VS Kehendak Bebas
Bagi kaum penganut determinis atau objektivis beranggapan bahwa perilaku manusia dibentuk oleh faktor keturunan dan lingkungan. Hal ini sejalan dengan ilmuan behavioral yang menggambarkan perilaku manusia sebagai akibat dari tekanan di luar kesadaran individu dan tanggapan atas stimulus. Seperti pada teori resonansi, Tony Schwartz mengatakan bahwa pesan emosional yang memicu ingatan dari masa lalu pasti akan mempengaruhi kita.
Sebaliknya, sarjana interpretatif berasumsi bahwa manusia berperilaku atas kehendaknya sendiri. Dalam iklan, Marty menyimbolkan dengan keputusan dari Peternak yang memilih untuk datang dalam parade adalah keputusan bebas yang dilakukan atas kesadaran penuh.
Mempertahankan Objektivitas VS Emansipasi ideologi dan nilai yang diyakini
Berbicara tentang nilai – ideologi, berarti membicarakan prioritas yang juga berarti relatif. Nilai adalah petunjuk jalan dalam kehidupan yang memandu apa yang kita pikirkan, rasakan, dan lakukan. Bagi Glenn dan ilmuwan sosial lainnya, berpegang teguh pada perbedaan antara “yang mengetahui” dan “yang diketahui”. Mereka berusaha keras untuk menempatkan nilai pada objektivitas.
Sebuah penelitian sosial harus terlepas dari bias komitmen ideologis. Karena ilmuwan sosial percaya bahwa kemampuan untuk memilih dan memutuskan adalah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.
Sedangkan Marty dan sarjana interpretatif meyakini bahwa seorang ilmuwan tidak boleh melepaskan diri dan penelitiannya. Dengan sadar mereka membawa nilai – nilai dan ideologi yang dianut dalam memahami fenomena sosial. Keyakinan akan pengetahuan tidak pernah netral membuat sarjana interpretatif sebagian besar mereka mengecam sikap acuh tak acuh para ilmuwan yang menolak bertanggung jawab atas hasil kerja penelitian mereka.
Mengapa penting memahami paradigma objektif dan interpretatif?
Menurut Griffin pentingnya memahami perbedaan antara paradigma objektif dan interpretatif adalah antara lain;
- Dengan memahami paradigma berbeda akan menambah khazanah dalam memahami sebuah teori. Teori tidak dapat sepenuh dipahami, jika tidak memahami bagaimana teori itu dibangun.
- Mampu mengintegrasikan berbagai teori dengan pemahaman yang mendalam terhadap substansi dari teori itu sendiri.
- Memahami kedua paradigma dapat membantu fokus dalam mengambil metode yang akan dikembangkan.
Kedua paradigma memiliki tujuan yang sama mulia, Ilmuwan sosial yakin bahwa mengetahui kebenaran tentang cara kerja komunikasi akan memberi kita gambaran yang lebih jelas tentang realitas sosial. Sedangkan interpretatif meyakini bahwa dengan menggali lebih dalam dari sisi komunikator dan ideologi dibaliknya akan memperbaiki masyarakat dengan meningkatkan pilihan bebas dan mencegah praktik ketidakadilan.