Dampak Serangan Siber terhadap Organisasi dan Cara Menanganinya

Artikel

Muhtar

Seiring dengan perkembangan teknologi yang membantu memudahkan aktivitas manusia dan organisasi, kejahatan di dunia siber pun terus meningkat.

Menurut data yang dipaparkan oleh Kepala BSSN Hinsa Siburian, serangan siber di Indonesia sepanjang 2022 mencapai 976.429.996 kali.

Jenis serangan di antaranya berupa malware 56,84 persen, kebocoran data 14,75 persen, dan aktivitas trojan sebanyak 10,90 persen.

Dalam laporan Kaspersky Security Networks (KSN) tahun 2022, Indonesia berada diurutan teratas di kawasan Asia Tenggara dan urutan ke-60 sebagai negara yang rentan terhadap serangan siber. Dari data ini juga tercatat hampir 12 juta ancaman daring menargetkan pengguna di Indonesia selama tiga bulan pertama pada tahun 2022.

Pada periode Januari hingga Maret 2022, Kaspersky telah mendeteksi dan memblokir sebanyak 11,802,558 ancaman serangan siber berbeda yang disebarkan melalui internet pada komputer pengguna KSN di Indonesia, dan sebanyak 27,6% pengguna teknologi digital di Indonesia menjadi sasaran ancaman serangan siber pada periode tersebut.

Ancaman dan serangan siber biasanya ditujukan kepada individu, organisasi, masyarakat umum, atau komunitas tertentu yang menggunakan sistem digital dan siber sebagai basis operasionalnya.

Dampak yang mungkin terjadi pada pihak yang mengalami serangan siber, antara lain:

  1. Gangguan fungsional pada sistem yang dijadikan sasaran
  2. Adanya pengendalian sistem secara remote tanpa diketahui oleh pemilik sistem digital
  3. Penyalahgunaan informasi
  4. Kemungkinan tersebarnya data rahasia atau data pribadi akibat kebocoran informasi yang terdapat dalam sistem yang diserang.

Sedangkan menurut data BSSN dampak dari kegiatan serangan siber setidaknya ada lima:

  1. Menghentikan aktivitas bisnis
  2. Potensi hilangnya data rahasia pelanggan dan informasi penting
  3. Serangan siber mahal dan merugikan secara finansial
  4. Rusaknya reputasi
  5. Kehilangan bisnis atau kerugian material lainnya.

Lalu bagaimana jika terjadi serangan siber terhadap organisasi tempat Insan Cita bekerja?

Berikut tips menangani serangan siber hasil penelitian Syifa Astasia Utari, dkk. yang berjudul How an Organization Should Implement Risk Communication in Response to Cyber Attack in Indonesia khususnya dari perspektif Public Relations.

1. Membentuk tim komunikasi krisis

Pembentukan tim komunikasi krisis merupakan salah satu tindakan awal yang harus dipersiapkan dalam menjalankan manajemen krisis. Terutama dalam proses perencanaan komunikasi.

Tim komunikasi krisis harus terdiri dari orang-orang yang memiliki latar belakang, kompetensi, dan kredibilitas yang relevan sesuai kasus krisis yang dihadapi, sehingga kontribusi pemikirannya dapat menjadi referensi yang solutif dalam rancangan program komunikasi sebagai respons terhadap krisis.

2. Pemerataan pengetahuan, pemahaman, dan penyamaan persepsi diantara tim komunikasi krisis terkait situasi yang dihadapi.

Proses ini dilalui dalam beberapa langkah, diantaranya; deteksi dan identifikasi. Dalam proses ini dilakukan agar organisasi memiliki gambaran dan pemetaan penyelesaian masalah atau krisis, melalui proses analisis dan inventarisasi terkait:

  • Daftar potensi krisis dan dampaknya bagi organisasi
  • Pihak yang terlibat dan terdampak
  • Sumber daya organisasi yang dimiliki untuk menghadapi permasalahan
  • Pengumpulan dan validasi fakta dan data, hal ini sangat krusial untuk dilakukan dalam proses pengelolaan krisis.

3. Merancang Strategi Komunikasi Krisis

Tujuan utama komunikasi ketika krisis terjadi adalah untuk membentuk dan mempengaruhi persepsi publik terhadap organisasi, terutama tentang bagaimana organisasi menangani masalah yang menimpanya.

Proses penyusunan dan diseminasi informasi tersebut, harus dilakukan secara efektif dan efisien, serta tepat sasaran, agar pesan kunci (key message) dapat diterima dengan baik oleh publik, sehingga potensi reputasi buruk dapat berubah menjadi good reputation.

4. Gunakan Sistem One Gate Commmunication

Dimana seluruh pihak organisasi harus memiliki pemahaman yang sama dan satu suara, bahkan untuk menghindari resiko adanya kesimpangsiuran pemberitaan di media massa dan daring.

Organisasi membentuk media center dan menunjuk juru bicara yang telah diseleksi untuk menyampaikan informasi krisis terkait serangan siber, mulai dari kronologis, potensi dampak, dan bagaimana organisasi menanganinya agar tidak bergulir menjadi krisis akut.

5. Memilih Berbagai Saluran Komunikasi sebagai Alternatif Penyampaian Informasi

Memilih berbagai saluran komunikasi sebagai alternatif penyampaian informasi krisis, mulai dari komunikasi tatap muka, media konvensional, hingga berbagai media digital dapat dipilih sebagai saluran komunikasi sesuai dengan target khalayaknya. (*)

share :