Nurcholish Madjid atau Cak Nur adalah salah satu cendekiawan muslim paling berpengaruh di Indonesia. Pemikirannya tentang pembaharuan Islam terus mendapatkan apresiasi di ruang akademik hingga kini, baik berupa skripsi, thesis, maupun disertasi.
Indonesianis asal Australia, Greg Barton dalam disertasinya Gagasan Islam Liberal di Indonesia(1995) menempatkan Cak Nur sebagai pemikir Islam berpengaruh dari Indonesia bersama Djohan Effendi, Ahmad Wahib dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Beberapa karya Cak Nur adalah Khazanah Intelektual Islam (1984), Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan (1987), Islam, Doktrin, dan Peradaban (1992), Pintu-pintu Menuju Tuhan (1994), Tradisi Islam (1997) dan lainnya.
Biografi Singkat
Cak Nur lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret 1939. Ia lahir dari keluarga santri. Ayahnya, KH Abdul Madjid merupakan seorang kiai yang berpengaruh dan pendukung Masyumi.
Dari kedua orangtuanya itu, dalam diri Cak Nur mengalir darah intelektualisme dan aktivisme dari organisasi besar Islam, yakni Masyumi yang modernis dan Nahdlatul Ulama (NU) yang tradisionalis.
Sejak kecil, Cak Nur telah mendapatkan bimbingan agama yang kuat. Ia mengenyam pendidikan di Pesantren Darul Ulum, Jombang, dan Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo. Sementara untuk pendidikan kesarjanaan, Cak Nur menempuhnya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jakarta.
Cak Nur menjalani pendidikan doktoral di Universitas Chicago, Amerika Serikat. Ia menyelesaikan studinya dengan disertasi tentang filsafat dan kalam Ibnu Taimiyah.
Selain dikenal sebagai seorang intelektual, Cak Nur juga pernah terjun ke dunia politik. Cak Nur pernah menjadi anggota MPR RI pada tahun 1987-1992 dan 1992-1997.
Cak Nur dan HMI
Nama Cak Nur tidak bisa dilepaskan dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ia adalah Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI dua periode, yakni 1966-1968 dan 1969-1971.
Pada masa Cak Nur ini, Pemikiran dan perdebatan intelektual tumbuh subur. Beberapa tokoh intelektual HMI yang hidup sezaman dengannya adalah Ahmad Wahib, Djohan Effendi, dan Dawam Rahardjo.
Pada tahun 1969, Cak Nur membuat risalah ideologis yang monumental yang diberi nama Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI.
NDP berisi pedoman ideologis bagi kader HMI yang hingga kini jadi acuan pergerakan dan pemikiran organisasi yang melahirkan banyak pemimpin di Indonesia.
Ide Pembaharuan Islam
Salah satu pemikiran Cak Nur yang menonjol mengenai pembaharuan Islam adalah idenya tentang keislaman, kemodernan, dan keindonesiaan.
Abd. Rahim Gazali dalam sebuah artikel di geotimes menyampaikan gagasan Cak Nur bahwa Islam harus dipahami dalam kerangka kemodernan dan keindonesiaan. Islam tidak hanya kompatibel dengan semangat modernitas, tapi juga mendukung, dan bahkan kemodernan itu bisa dikatakan inheren dalam Islam.
Dengan kata lain, semangat kemodernan seperti rasionalisasi, sekularisasi, dan bahkan liberalisasi merupakan bagian dari semangat Islam.
Menurut Rahim, banyak kalangan salah paham dengan upaya Cak Nur mengaitkan semangat kemodernan dengan Islam. Untuk menghindari kesalahpahaman itulah kemudian dijelaskan dalam tulisan “Modernisasi ialah Rasionalisasi, bukan Westernisasi”.
Kata Cak Nur, modernisasi bukan westernisasi, rasionalisasi bukan rasionalisme, sekularisasi bukan sekularisme, dan liberalisasi bukan liberalisme.
Rahim juga menyampaikan gagasan Cak Nur bahwa Islam bukan hanya kompatibel bagi semangat keindonesiaan (yang multikultural) tapi juga mendukungnya.
Islam yang secara harfiah bermakna “kepatuhan” atau “ketaatan” yang diimplementasikan dengan kepasrahan pada Tuhan, maka sejatinya agama-agama di dunia ini sejatinya “islam” (pasrah pada Tuhan).
Nilai-nilai universal inilah yang, menurut Cak Nur, harus dikaitkan dengan kondisi ruang dan waktu agar menjadi kekuatan yang efektif dalam masyarakat sebagai etika sosial.