Mengenal Berbagai Tradisi Menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia

Artikel

Muhtar

Umat muslim di Indonesi memiliki banyak tradisi dalam memperingati maulid Nabi Muhammad SAW.

Maulid merupakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal dalam kalender hijriah.

Pada tahun ini, Maulid Nabi jatuh pada tanggal 28 September 2023. Di Indonesia, Maulid Nabi termasuk dalam hari libur nasional.

Sebagai bagian penting dari sejarah Islam, Maulid Nabi diperingati dengan berbagai cara. Di Indonesia ada beragam tradisi dalam memperingati hari kelahiran Nabi itu.

Berikut adalah 7 tradisi umat Islam di Indonesia dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

1. Sekaten

Sekaten ini diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Kegiatan ini digelar dari tanggal 5 dan berakhir pada tanggal 12 Mulud dalam penanggalan Jawa (dapat disetarakan dengan Rabiul Awal penanggalan Hijriah).

Berbagai literatur mengungkapkan bahwa Sekaten berasal dari bahasa Arab, yaitu Syahadatin, yang artinya dua kalimat Syahadat.

Melansir dari detik.com, sejarah sekaten sendiri tidak lepas dari upaya penyebaran agama Islam oleh Sunan kalijaga yang saat itu sudah dilakukan pada masa Kerajaan Demak.

Kala itu, mayoritas kepercayaan masyarakat adalah Hindu dan Budha. Demi mencapai tujuannya, Sunan Kalijaga menarik perhatian warga dengan mengiring lagu ciptaannya bersama alat musik gamelan.

Alhasil cara tersebut berhasil mengumpulkan warga, dan hal tersebut dimanfaatkan untuk menyebarkan agama Islam dan membimbing warga untuk mengucapkan kalimat syahadat. 

2. Walima

Walima adalah sebuah tradisi perayaan Maulid Nabi yang dilaksanakan turun-temurun sejak kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Gorontalo.

Diperkirakan, tradisi ini mulai ada di Gorontalo sejak masyarakat mulai mengenal ajaran Islam, pada sekitar abad ke-17.

Tradisi Walima ini dimulai dengan lantunan dikili atau tradisi zikir di masjid. Setiap masjid-masjid di seluruh pelosok Gorontalo diramaikan oleh lantunan zikir yang dilakukan bersama-sama oleh warga.

Sementara di rumah-rumah, tiap keluarga juga biasanya telah membuat berbagai makanan atau kudapan tradisional khas Gorontalo.

Lalu, setiap rumah akan membuat panganan khas tradisional, seperti kolombengi, curuti, buludeli, wapili, dan pisangi.

Makanan ini disusun di Tolangga, sebuah usungan kayu berbentuk menyerupai perahu atau menara. Tolangga dibawa dari rumah menuju masjid.

3. Nyiram Gong

Tradisi ini dilakukan oleh Keraton Kanoman di Kota Cirebon, Jawa Barat. Bentuk tradisi ini berupa ritual pembersihan gamelan sekaten yang berlangsung di kompleks Keraton Kanoman.

Ritual ini bermakna membersihkan diri menyambut Maulid Nabi.

Bagi warga Cirebon, tradisi ini juga menjadi kesempatan untuk melihat secara langsung rupa gong pusaka yang hanya muncul setahun sekali.

Pencucian gong pusaka itu diawali dengan pembacaan doa dan shalawat. Pencucian menggunakan air kembang di sumur Langgar Alit, air kelapa hijau yang sudah di fermentasi, dan batu bata merah yang telah dihaluskan dengan cara mengusapkan tepes (kulit kelapa kering) ke gamelan sekaten yang di tata di atas balok.

Alat dan bahan untuk membersihkan gamelan sekaten di yakini mampu memperlambat pusaka berkarat sehingga bunyinya tidak fals.

4. Endog-endogan

Di Banyuwangi, ada tradisi Endog-endogan dalam menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW.

Mengutip kompas.com, tradisi ini dipercaya sudah ada sejak akhir abad ke-18. Endog atau telur digunakan dalam tradisi ini sebagai simbol kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Tradisi ini dilakukan dengan menghias telur dengan bunga kertas. Lalu, telur hias itu ditancapkan di pohon pisang yang juga dihias.

Kemudian, hiasan itu diarak keliling kampung menggunakan becak dan sebagian diletakkan di masjid. Sembari membaca syair pujian pada Nabi Muhammad yang ada di kitab Al-Barjanzi.

5. Baayun Maulid

Masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan, mempunyai tradis mengayun bayi menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW.

Tradisi itu disebut dengan Baayun Maulid. Baayun berarti aktivitas mengayun atau membuai bayi dan maulid dari bahasa Arab yang berarti kelahiran.

Dalam tradisi Baayun ini, masyarakat menyiapkan ayunan dari tiga lapis kain dan dihias dengan janur.

Orang tua yang bayinya akan mengikuti tradisi ini harus menyiapkan piduduk berupa wadah berisi beras, gula habang, nyiur, hintalu hayam, benang, jarum, uyah dan binggul (uang receh).

Kemudian, bayi diletakkan di ayunan dan orangtuanya akan mengayunkannya diiringi pembacaan syair, ceramah, dan doa. (*)

share :