Ramadan merupakan bulan yang istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Bulan Ramadan ini merupakan bulan yang penuh dengan keberkahan, pengampunan, dan rahmat Allah SWT.
Pada bulan ini, umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Umat Islam diwajibkan menahan diri dari makan, minum, dan segala hal yang dapat membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Di Indonesia, bulan Ramadan biasanya disambut dengan berbagai macam tradisi. Satu daerah dengan daerah yang lain biasanya memiliki tradisi yang berbeda.
Berikut ini adalah beberapa tradisi menyambut datangnya bulan Ramadan yang dilansir dari travel.wego.com:
1. Meugang
Masyarakat Aceh biasa menyambut bulan Ramadan dengan memasak daging dalam jumlah besar. Tradisi ini bernama Meugang.
Setelah daging di masak, mereka kemudian menyantapnya bersama keluarga, kerabat, dan anak-anak yatim piatu. Tidak jarang, daging yang sudah dimasak dibagikan ke masjid untuk dimakan oleh tetangga dan warga lain, sehingga semua orang dapat merasakan kebahagiaan melalui sedekah dan kebersamaan.
Tradisi Meugang ini lahir pada masa Kerajaan Aceh, yakni sekitar tahun 1607-1636 Masehi. Kala itu, Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah besar dan membagikan dagingnya kepada seluruh rakyat Aceh sebagai ungkapan rasa syukur dan tanda terima kasih kepada rakyatnya.
2. Balimau
Masyarakat Minangkabau memiliki tradisi unik dalam menyambut bulan suci Ramadan, yaitu melakukan pemandian dengan jeruk nipis di kawasan yang dialiri oleh sungai ataupun memiliki tempat pemandian.
Tradisi masyarakat Minangkabau itu dikenal dengan istilah Balimau. Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Minangkabau.
Balimau biasanya dilakukan satu atau dua hari sebelum memasuki bulan Ramadan. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk membersihkan diri secara lahir batin sebelum memasuki bulan suci.
3. Munggahan
Munggahan merupakan tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Barat dalam menyambut datangnya bulan Ramadan.
Istilah Munggahan berasal dari bahasa Sunda, yang berarti “sampai ke”. Masyarakat Jawa Barat memaknai tradisi Munggahan sebagai sampainya mereka di bulan Ramadan.
Oleh karena itu, Munggahan kerap dilakukan pada akhir bulan Sya’ban atau beberapa hari sebelum memasuki bulan Ramadan.
Tradisi yang sudah ada sejak masuknya ajaran Islam di tanah Sunda tersebut dilaksanakan dengan botram atau makan bersama, saling meminta maaf, bersilahturahmi ke rumah keluarga serta kerabat, dan melakukan bebersih di tempat ibadah dan makam keluarga.
Munggahan dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah serta untuk upaya membersihkan diri dari hal-hal buruk sebelum memasuki bulan suci Ramadan.
4. Apeman
Tradisi Apeman rutin dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat Yogyakarta menjelang datangnya bulan suci Ramadan.
Tradisi ini dilakukan dengan membuat ratusan kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat, yang dimulai dari proses ngebluk jeladren atau membuat adonan, kemudian dilanjutkan dengan proses ngapem atau memasak apem.
Kata Apem sendiri ternyata diambil dari bahasa Arab, yaitu afwan yang artinya memohon maaf.
5. Padusan
Tradisi padusan merupakan tradisi mandi di mata air untuk membersihkan diri menyambut kedatangan bulan Ramadan. Tradisi yang dilakukan masyarakat Boyolali, Jawa Tengah, ini sudah dilakukan sejak zaman Wali Songo.
Awalnya, tradisi ini dilakukan dengan mendekati sumber mata air yang dipercaya oleh warganya bisa mendatangkan berkat dan rejeki, lalu masyarakat akan membersihkan diri di mata air tersebut.
Padusan dilakukan seorang diri, hal ini agar orang yang melakukannya dapat merenung dan merefleksikan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan di masa lampau.
Harapannya, dengan melakukan tradisi ini, masyarakat dapat memasuki bulan Ramadan dengan niat yang lurus dan jiwa yang bersih.
6. Megengan
Tradisi Megengan dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur dalam menyambut datangnya bulan Ramadan.
Nama Megengan memiliki arti “menahan”, yang dimaknai oleh warga Jawa Timur sebagai tradisi untuk menahan hawa nafsu sebagai persiapan menjelang bulan Ramadan.
Tradisi ini sendiri umumnya ditandai dengan selamatan yang diadakan di masjid maupun mushola dan dihadiri oleh warga di sekitarnya.
Seorang ustaz akan memimpin doa untuk memohon keselamatan dan kekuatan dalam menjalankan ibadah puasa.
Ketika Megengan, warga yang hadir ke selamatan akan membawa nasi yang kerap disebut sego berkat, yang berisi sayur, lauk pauk, dan kue khas Jawa Timur. Setelah pembacaan doa, setiap orang yang hadir dapat mengambil sego (nasi) berkat milik siapa saja dan menyantapnya.
Tradisi ini dilakukan sebagai upaya menanamkan nilai-nilai kebaikan seperti membawa rezeki, menanamkan sifat ikhlas, dan memupuk kebersamaan antar sesama umat Muslim.
7. Ziarah Kubro
Tradisi Ziarah Kubro sudah menjadi agenda tahunan bagi masyarakat Muslim Palembang yang tinggal di sepanjang Sungai Musi, khususnya bagi komunitas Arab di sekitarnya.
Tradisi yang diartikan sebagai ziarah kubur tersebut merupakan kegiatan mengunjungi makam para ulama dan pendiri Kesultanan Palembang Darussalam atau ‘waliyullah’ secara massal. Meski dilaksanakan secara massal, tradisi ini hanya dikhususkan bagi kaum laki-laki.
Kegiatan ziarah ini biasanya diisi dengan para peziarah yang mengenakan pakaian serba putih dan melakukan pawai menuju sejumlah titik ziarah di Palembang.
Tradisi ini pun berlangsung selama 3 hari berturut-turut dan kerap kali diikuti oleh peziarah yang datang dari kota-kota lain, seperti Aceh, Jambi, Jakarta, dan kota-kota Jawa Timur.
Momen ini juga digunakan sebagai waktu bagi peziarah untuk melakukan silaturahmi dengan sanak saudara dan sesama umat Muslim.