Salah satu peristiwa penting yang terjadi di bulan Ramadan adalah peristiwa turunnya Al-Qur’an atau yang dikenal dengan Nuzulul Qur’an.
Al-Qur’an merupakan kitab suci bagi umat Islam dan dianggap sebagai pedoman hidup yang utama.
Al-Qur’an diturunkan secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril.
Penurunan Al-Qur’an dimulai pada tahun 610 Masehi ketika Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun.
Peristiwa di Gua Hira
Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad yang dikutip dari republika.id menyebut bahwa Muhammad kerap menyendiri atau uzlah di Gua Hira’. Sepanjang bulan Ramadhan setiap tahunnya, Nabi pergi ke sana untuk berdiam diri di Gua Hira.
Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an yang dikutip dari detik.com menyebut alasan Muhammad SAW melakukan uzlah. Menurutnya, hal itu dalam rangka memfokuskan pikiran untuk merenungkan alam semesta, memperhatikan fenomena-fenomena keindahan, dan ruhnya bertasbih bersama ruh alam wujud, berpelukan dengan keindahan dan kesempurnaan, bergaul dengan hakikat yang agung, dan latihan bergaul dengannya dengan penuh pengertian dan pemahaman.
Menurut Sayyid Qutb pilihan Nabi Muhammad SAW melakukan uzlah rupanya sudah menjadi skenario Allah SWT untuk mempersiapkan beliau menantikan urusan yang agung.
Ketika beruzlah itulah Nabi SAW menyendiri, bersunyi-sunyi seorang diri, dan membebaskan diri dari hiruk-pikuk kehidupan serta segala kesibukannya tidak penting.
Puncaknya adalah pada 17 Ramadan. Saat itu datang Malaikat Jibril membawa wahyu pertama dari Allah SWT.
“Bacalah,” kata Malaikat Jibril.
Nabi menjawab “Aku tidak dapat membaca.
Hal tersebut berulang hingga tiga kali. Kemudian Malaikat Jibril membacakan Surat Al-Alaq ayat 1-5.
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan!
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ
Artinya: Dia menciptakan manusia dari segumpal darah.
اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ
Artinya: Bacalah! Tuhanmulah Yang Maha Mulia,
الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ
Artinya: yang mengajar (manusia) dengan pena.
عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ
Artinya: Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Diangkat Menjadi Nabi dan Rasul
Setelah peristiwa di Gua Hira’ itu, Muhammad SAW pulang dengan kondisi ketakutan yang luar biasa. Ia pulang dengan keadaan tubuh menggigil.
Di rumah, Ia pun meminta Siti Khadijah untuk menyelimutinya. “Selimuti aku, selimuti aku,” kata Nabi.
Khadijah pun dengan penuh kasih sayang menyelimuti Nabi seraya menghiburnya.
Setelah itu, Khadijah membawa Nabi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay, yaitu anak paman Khadijah, saudara laki-laki ayahnya.
Khadijah bertanya kepada Waraqah tentang apa yang sedang menimpa suaminya. Waraqah yang saat itu sudah berusia tua mengatakan bahwa yang ditemui oleh suaminya adalah Malaikat Jibril.
Tidak hanya itu, Waraqah juga mengatakan bahwa Muhammad SAW kemungkinan besar adalah seorang nabi.
Waraqah mengingatkan bahwa tugas kenabian akan sangat berat. Nabi-nabi besar sebelumnya, kata Waraqah, selalu tidak mendapat tempat yang semestinya dalam masyarakat. Menjadi nabi adalah tersingkir dan kesepian.
Namun, Waraqah menyatakan dukungannya kepada Nabi. Ia senantiasa akan melindungi dan menolong Nabi jika masih diberi umur panjang.
Tidak lama setelah pertemuan itu, Waraqah meninggal dunia. (*)