Webinar Universitas Insan Cita Indonesia (UICI) sukses terlaksana pada Jumat (14/10/2022) malam. Dengan tema Digitalisasi Indonesia, para narasumber dan peserta hadir lewat Zoom Meeting dan disiarkan secara langsung di Youtube.
Acara ini dimoderatori oleh Asep Saefuddin yang merupakan Rektor Universitas Al-Azhar Indonesia, serta dipandu oleh Kepala LPMBB (Sujana Sulaiman) dan Direktur Komunikasi Publik UICI (Izzaty Zephaniah). Asep menjelaskan tentang digitalisasi yang hadir karena adanya tingginya perkembangan teknologi yang menyebabkan tidak ada pilihan untuk beradaptasi terhadap hal tersebut.
Prof. Siti Zuhro selaku Ketua Majelis Pendidikan Tinggi KAHMI memberikan pendapatnya terkait dengan kontribusi HMI dan KAHMI di UICI yang merupakan kampus dengan konsep digital. Kehadiran UICI berkat KAHMI membuat KAHMI terdorong untuk ikut mempercepat program pemerataan pencerdasan bangsa.
“UICI dimaksudkan untuk menjangkau anak bangsa dimanapun dan dari kelas sosial manapun. UICI juga didirikan dengan maksud untuk memberikan solusi atas kebutuhan SDM yang diperlukan untuk meningkatkan persaingan di berbagai kehidupan,” jelas Prof. Siti.
Ia juga menganggap HMI dan KAHMI harus memberikan perhatian lebih untuk menjadikan UICI lebih prospektif kedepannya. Prof. Siti mengungkap bahwa adanya sistem baru pada penerimaan mahasiswa baru dan pelibatan alumni HMI membuat antusiasme anak-anak muda meningkat.
Selain itu, Prof. Siti menjelaskan kendala besar di masyarakat yaitu waktu dan biaya dimana itu menjadi salah satu penyebab BPS mencatat hanya 15% penduduk Indonesia yang mengenyam perguruan tinggi sehingga UICI diharapkan bisa hadir untuk pemerataan pendidikan Indonesia.
“Harapannya UICI bisa menjadi kampus digital yang trusted, qualified, dan reputasi dunia. UICI mampu menghasilkan alumni yang beraqidah, cerdas, dan bermanfaat bagi umat dan bangsa,” tuturnya.
Selanjutnya Prof. Suhartono yang merupakan Guru Besar UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, menjelaskan tentang tantangan masa depan digitalisasi Indonesia salah satunya yaitu kurangnya talenta digital di Indonesia. Digitalisasi sendiri lalu akan terus berkembang menjadi sistem Artificial Intelligence (AI) sebagai konsep yang harus dibangun. UICI yang telah mengusung konsep AI ini disebut harus tetap mengembangkan konsep berpikir.
“Di UICI harus bertransformasi dari AI, machine learning, lalu deep learning. Kalau tidak seperti ini akan diambil oleh orang lain, maka deep learning adalah keharusan yang harus dikembangkan di UICI,” jelasnya.
Prof. Suhartono lalu menyampaikan perkiraan yang akan terjadi di tahun 2030 dimana Indonesia akan kekurangan 18 juta kekurangan ahli digital. Meskipun begitu, pertumbuhan digitalisasi di Indonesia menjadi yang tercepat di dunia.
Lalu Ummi Azizah Rachmawati, Dekan Fakultas Teknologi Informasi Universitas Yarsi, juga menjelaskan isu dalam digitalisasi. Seperti internet of things, re-engineering, predictive analytics, service oriented architecture, deployment models, infrastructure as a service, omni channel, cloud computing, public cloud, on premise, platform as a service, dan sebagainya.
Tantangan yang harus dihadapi antara lain yaitu bagaimana transformasi menuju sistem yang baru, perubahan yang terus-menerus sesuai dengan keinginan pengguna, sampai culture mindset.
Untuk menghadapi itu, yang harus dilakukan adalah investasi di dalam platform digital yang baru, menyusun tim leadership yang kuat, menyesuaikan goals bisnisnya dengan strategi transformasi digital, dan harus lincah.
Kemudian Prof. Jaswar Koto, Wakil Rektor UICI Bidang Akademik, mewakili Rektor UICI, Prof. Laode Masihu Kamaluddin, menerangkan peran UICI dalam digitalisasi Indonesia. Digitalisasi dalam pendidikan disebutnya belum digital karena saat ini baru memindahkan interaksi tatap muka ke alam maya belum automasi. Untuk melakukan automasi, AI sangat diperlukan.
“Di UICI melakukan pembelajaran AI. Tidak ada lagi pengisian nilai oleh dosen, absensi, kapanpun belajar boleh semuanya,” ujarnya.
Waktu dan jarak sudah tidak menjadi hambatan lagi untuk belajar dan mengajar berkat adanya AI. Hal itu juga menjadikan perkuliahan dengan AI bisa dilakukan dimana saja dan lebih murah dengan sistem yang ada di cloud sehingga cyber security juga terjaga. Kemudian pembelajaran mandiri dengan deep learning, pembelajaran juga dapat dilakukan kapan saja, dan siapapun dapat belajar.