Gejala Disorientasi Pendidikan Indonesia Dan Dampaknya Bagi Generasi Bangsa

Prestasi & Karya

Muhtar

Penulis: Salsabila Defika – Mahasiswa Prodi Digital Neuropsikologi Batch 6

Pendidikan merupakan langkah awal untuk beranjak dari ketertinggalan menuju kemajuan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pelopor Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan adalah untuk memenuhi keperluan perkembangan anak.

Friedrich Froebel seorang pendidik asal Jerman sekaligus pendiri taman kanak-kanak berkata bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk anak menjadi makhluk aktif dan kreatif, maupun menata hidup, keluarga, dan lingkungan yang lebih luas serta untuk mencapai kesejahteraan dan kehidupan yang layak.

Sedangkan menurut John Dewey, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan anak-anak menjadi individu yang berkontribusi positif dalam masyarakat, dengan kemampuan praktis yang memungkinkan mereka mengatasi masalah sosial sehari-hari secara efektif.

Yang berarti pendidikan adalah sebuah pendorong yang akan menyokong kita untuk tumbuh dan berkembang. Tumbuh dalam artian bertambahnya suatu hal bermanfaat yang dapat kita lakukan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Melalui pertumbuhan inilah kita dapat berproses menjadi pribadi yang lebih cakap.

Pendidikan sudah sepatutnya menjadi ruang yang menyediakan kebebasan untuk mengeksplor sesuatu dengan menggunakan ilmu pengetahuan, bukan sekedar menjejali teori dan menekan pelajar untuk mendapat nilai yang tinggi.

Sayangnya, pendidikan di Indonesia tak memberi ruang guna mendukung seseorang berekspresi sesuai minat dan bakatnya. Sehingga, hal ini memunculkan paradigma yang memandang kesuksesan hanya melalui peringkat, dari mana dan dimana ia menempuh pendidikan.

Paradigma-paradigma itu muncul lantaran kurangnya kesadaran akan tujuan pendidikan sebab sedari dini masyarakat Indonesia sudah didoktrin untuk mengenyam pendidikan dengan ambisius supaya mendapat nilai tingi yang nantinya memudahkan mencari pekerjaan sehingga dapat mengubah keadaan ekonomi.

Di Indonesia sendiri ada berbagai macam pendidikan seperti formal dan non formal. Pendidikan formal ditempuh mulai jenjang PAUD/TK, SD, SMP, SMA hingga bangku perkuliahan. Setiap jenjang memiliki orientasi yang berbeda sesuai dengan tujuan instansi masing-masing, berbagai macam visi-misi terpampang jelas, menunjukkan betapa menggiurkannya menempuh pendidikan di tempat tersebut.

Segala cara digunakan oleh berbagai kalangan dengan harapan dapat lolos di instansi impian. Padahal, tanpa hal itu pun seharusnya kita sudah tertarik pada pendidikan. Peristiwa ini merupakan sebuah contoh dampak akibat dari kekacauan dan hilangnya arah pendidikan yang sebenarnya. Selain maraknya instansi-instansi favorit yang diburu banyak orang, dampak disorientasi juga terjadi pada anak usia SD di mana mereka adalah generasi penerus yang akan memegang kendali bangsa ini.

Seperti yang dikatakan oleh Yusrin Tosepu dalam artikelnya yang berjudul Disorientasi Pendidikan, bahwa para siswa kesulitan mengembangkan kemampuan berpikir konstruktif, analitik, dan kritis karena mereka terbiasa menjalani proses pendidikan yang fokus pada persaingan, reputasi, dan aspek kuantitatif, tanpa memahami makna sebenarnya dari aktivitas yang dilakukan.

Hal ini menimbulkan sifat dan sikap siswa yang menyimpang. Mereka sulit memiliki rasa semangat untuk belajar ataupun bersekolah. Tujuan sekolahnya hanya sekedar untuk mendapatkan uang saku dan bermain saja. Bahkan, adab pada guru dan orang tua pun mulai memudar. Bila terus-menerus seperti ini, generasi bangsa akan semakin kacau balau dan pendidikan tak akan lagi berguna sebab pelajar akan berpikir untuk mengenyam pendidikan demi sebuah nilai dan ijazah saja.

Dalam kasus ini, peran pendidikan sangat penting untuk membangun pemahaman baik dalam hal sosial, ekonomi, budaya dan keberlanjutan bangsa. Namun sangat disayangkan bahwa ternyata pendidikan yang ada di negara kita mengalami kesamaran arah yang menyebabkan cacatnya sistem dan tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Sebagai manusia yang berpikiran terbuka, sudah sepatutnya kita mengkaji dan memahami lebih dalam apa itu tujuan pendidikan supaya gejala kesamaran arah ini tak lagi menjadi budaya yang terus mengakar. (*)

share :